Nenek 109 th. jualan kacang di Stasiun Tugu Yogya untuk sesuap nasi


Bisingnya nada kendaraan bermotor serta panas matahari tak akan digubrisnya. Diatas becak yang dikayuh cucunya, dia menutupi muka dengan selendang. Sesampainya di depan parkiran selatan stasiun Tugu Yogyakarta, dia dibantu cucunya turunkan bakul diisi bungkusan kacang kering siap jual. 

Camilan tradisional itu ditutupi tampah serta keranjang plastik warna biru, lantas ditempatkan di segi barat pintu masuk parkiran. Dia lalu mengadakan selendang di lantai parkiran, duduk bertumpu pada sepeda motor sembari membenahi dagangannya. 

Dia yaitu Mbah Tumirah (109) warga Sosrowijayan, Gedongtengen, Kota Yogyakarta. Tak seperti nenek-nenek pada umurnya yang dapat nikmati hari tuanya, Mbah Tumirah dengan keadaan badannya yang makin melemah masih tetap selalu berjuang untuk sesuap nasi. 

 " Saya tidak ingin merepotkan orang, bila masih tetap dapat mencari makan sendiri ya tambah baik berupaya, " tuturnya waktu didapati merdeka. com, Sabtu (16/5) siang. 

Satu jam berlalu, belum ada satu juga konsumen yang menyambanginya. Beberapa pengunjung stasiun berlalu-lalang demikian saja tanpa ada memerhatikannya. 

 " Memanglah sulit, tidak sering ada yang beli bila jam segini, lima ratus rupiah juga belum ada ini, " katanya. 

Berjualan kacang kering telah dijalaninya mulai sejak satu tahun ini. Sesungguhnya telah dilarang oleh cucunya, tetapi dia bersikeras berjualan dari pada dirumah tak ada aktivitas serta cuma bikin sulit cucunya. 

Kacang kering yang di jualnya juga hasil olahan sendiri. Bermodal tungku arang serta wajan besar, dia mengawali usaha jualan kacang kering. 

 " Kacangnya ini diantar dari Rekanggung, masih tetap mentah itu. Disini saya masak, gunakan anglo (tungku), wajan di isi pasir, selalu kacangnya digongso, " terangnya. 

Pagi seputar jam 06. 00 WIB, dia dibantu cucu serta cicitnya mulai memasak kacang kering. Siang harinya dia mulai membungkus kacang-kacang dalam plastik lantas diikat dengan karet gelang. 

 " Sebungkusnya Rp 5. 000, bila beli banyak ya saya beri bonus, bila magrib pulang, berapakah juga yang laris, " katanya. 

Pendapatannya juga tidak menentu. Terlebih bila tengah sepi, terkadang kacangnya cuma terjual sebagian bungkus saja. Walau sekian diakuinya terus bersukur, karena dia berasumsi tiap-tiap rezeki yang didapatkan Allah bakal senantiasa menghadirkan barokah. 

 " Satu hari dapatnya berapakah? Ya cukup untuk makan, bila kurang dicukup-cukupkan. Ngucap sukur, berapakah saja yang laris itu rezeki dari Allah, " katanya.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar